Pekerjaan paling menyenangkan di dunia

Nadyazura
6 min readApr 19, 2023

Tahun in igw akan menginjak usia 29 tahun dan berarti masa-masa galau hidup-mau-dibawa-ke-mana harusnya sudah berakhir. Tentu saja jalan terjal menyelesaikan fase tersebut tidak mudah untuk dilalui. Sebelum menginjak usai 25 saja gw sudah dipenuhi rasa khawatir: takut tua, takut keriput, takut enggak banyak tenaga lagi, bingung mau kerja jadi apa, gimana buat biayain hidup sehari-hari, gimana kehidupan percintaan gw ke depannya. Semua ketakutan dalam hidup kayanya keluar semua di usia 20an awal.

Walaupun penuh depresi dan putusin banyak hubungan pertemanan di sana-sini, gw belajar banyak hal. Pertama, tidak semua orang yang patut ditemenin dan pertemanan bukan selalu ada 24 jam. Kedua, kesehatan adalah prioritas. Hal yang pergi gak akan bisa kembali lagi seperti kematian, atau gigi. Hal-hal sepele kaya gosok gigi dan flossing dengan teratur, tidak begadang dan kebiasaan makan dengan teratur perlu dilakukan sejak awal usia 20 untuk menghindari tubuh menjadi renta di usia 30an.

Ketiga, benar bahwa uang itu bisa dicari tapi gak mudah. Ada banyak stress, ganti pekerjaan, lingkungan beracun, rutinitas yang membosankan dan atasan yang super nyebelin. Di usia awal 20an gw banyak berantem, bingung, kehilangan arah dan tujuan pokoknya kacau hidup gw karena pekerjaan. Gw pada umumnya tidak punya masalah finansial karena sejak usia belia gw didik untuk mengelola keuangan dengan benar. Cuma kan tetep ya mikirin butuh uang buat jalan-jalan, butuh pekerjaan biar bisa establish hidup sendiri dan jadi orang dewasa yag fungsional di masyarakat.

Nah untuk menjadi orang dewasa yang fungsional di masyarakat ini gw butuh mencari pekerjaan guna mendapatkan uang sebagai alat tukar dalam bertahan hidup di dunia industri ini. Kepribadian gw yang nyeleneh dan rebel bikin pekerjaan kantoran pada umumnya sudah tentu tidak cocok. Gw bisa stress sendiri kalau disuruh bekerja 9 to 5 setiap hari dari Senin sampai Jumat. Gw enggak sanggup dan tidak sabar menghadapi kemacetan ibu kota. Gw juga susah diatur. Pekerjaan kantoran pertama dan satu-satunya yang pernah gw lakukan adalah jadi petugas pengaduan di Komnas Perempuan, itu juga gw tidak bekerja pada 9–5 setiap hari.

Kemudian gw bekerja di organisasi gw sendiri, kerja NGO asik karena gw banyak berjejaring dan kenal banyak orang. Waktu kerja juga cenderung gw yang atur dan gw sangat suka manajemen. Masalahnya uangnya sedikit sekali karena lembaga gw non-profit. Pekerjaannya berhubungan dengan penderitaan dan uangnya sedikit. Kemudian gw harus pindah ke Jerman.

Di Jerman gw mulai semua dari nol. Gw gak bisa bahasa Jerman dan bahasa Inggris gw gak bagus-bagus amat. Gw pun berpikir untuk cari pekerjaan yang kerah biru. Jauh dari akademik atau manajerial yang biasa gw kerjakan di Jakarta. Gw melamar pekerjana di sebuah restaurant yang baru saja buka, untuk pertama kalinya. Kemudian gw diterima. Wow padahal gw gak bisa bahasa Jerman samsek. Gw dapet bos yang baik sekali. Pekerjaannya adalah jegjengjeng menjadi tukang masak di dapur.

Karena gw tidak punay pendidikan restoran sama sekali, gw harus mulai dari bawah. Bawah banget. Gw harus nyuci dapur. Gw gosrek lantai dan cuci piring terus menerus sampai jemari gw iritasi. Gw dibeliin sarung tangan tapi tetep aja malas kan licin cuci piringnya. Gw nyuci dapur sampai sekitar 2 bulanan kemudian gw mulai diijinin pegang pisau. Gw belajar potong wortel, bawang, daun bawang sampai bacok daging dengan tulang-tulangnya. Pernah suatu hari saat gw bersedih kalau teman baik gw lagi koma, bos gw minta gw iris bawang bombay 6kg. Biar air mata gw gak sia-sia dan jadi duit. Tapi bener abis nangis bombay gw jadi legaaaa banget. Kemudian gw naik lagi untuk bikin saus dan dessert seperti cheesecake.

Setelah semua training tersebut gw akhirnya mulai dikasih pos. Gw mulai belajar bikin gyoza dengan mesin. Cukup lima pertemuan gw jadi pembuat gyoza paling cepat, cantik dan bersih. Gw pun diminta menulis resep untuk membuat kulit gyoza yang paling mudah dan enak. Gw berada di pos tersebut sampai dua tahun dan gw bilang ke bos gw kalau gw jadi bosan dan gw mau ganti pekerjaan. Gw sudah dua tahun di Jerman dan gw butuh pekerjaan yang berinteraksi dengan manusia lain supaya bahasa Jerman gw jadi lebih baik.

Maka gw melamar kerja sebagai pedagang sepatu wanita. Di hari pertama dan kedua bekerja, gw udah rasa terancam dengan keberadaan ribuan sepatu. Gw rasa gw capek mental dan fisik saat bekerja di sana karena gw enggak tahu apapun soal sepatu walaupun gw into fashion. Gw selalu pulang kerja capek mental dan fisik. Enggak sampai dua bulan kerja, gw dipecat wakakaka

Bos lama gw dengan bahagia menerima gw kembali dan di saat yang sama, restoran lain milik jaringan keluarganya butuh waitress. Maka gw kerja balik ke bagian produksi gyoza sekaligus jadi waitress di restoran cina autentik di kota Bonn. Jadi waitress itu duitnya banyak tapi stressnya bukan main. Bukan karena jalan terus tapi karena ngobrol dengan customers! Gw ternyata benci pekerjaan yang mengharuskan gw berinteraksi dengan manusia lain HAHAHAHAHAHAHAHA di saat yang sama dnegan background training chef gw selama tiga tahun itu, bos gw yang baru minta gw untuk mencoba bikin dimsum autentik dengan tangan, bukan dengan mesin.

Enggak sampai dua minggu, gw langsung tahu bahwa pekerjaan membuat dimsum adalah pekerjaan paling menyenangkan yang pernah gw punya.

Dalam satu bulan, gw sudah menguasai semua teknik membuat semua dimsum dan gw langung belajar untuk menyiapkan langsung ke customer. Ternyata pekerjaan membuat dimsum yang kompleks dan menjadi chef memang panggilan jiwa gw. Gw merasa pekerjaan ini adalah pekerjaan paling menyenangkan yang gw pernah punya.

Memang uangnya gak seberapa dibandingkan jadi waitress atau pekerjaaannya capek banget secara fisik karena gw dituntut untuk punya kekuatan otot dan stamina berdiri dan memasak selama 8 jam non-stop. Tapi gw sangat sangat sangat puas dengan pekerjaan ini. Gw bahkan dengan sengaja menyesuaikan tubuh dan kesehatan gw dengan pekerjaan ini. Gw minta trainer gw di gym untuk bikin latihan khusus supaya gw jaid lebih kuat untuk angkat wok dan stamina untuk berdiri terus-terusan selama 8 sampai 10 jam. Gw mau punya lengan yang kuat untuk angkat wok beserta isinya.

Gw suka jadwal bekerjanya yang melawan arus 9–17. Gw bekerja 12–22 atau 18–22 selama empat sampai tiga kali sehari. Gw libur di hari biasa sehingga gw kalau mau ke mana-mana gak usah desak-desakan dengan orang yang bekerja 9–17. Gw bisa tidur sampai pukul 9 siang dan pergi berolahraga kemudian menulis atau membaca. Gw merasa pekerjaan sebagi dimsum chef sangat menyenangkan.

Ada pepatah mengatakan, “Choose a job you love, and you will never have to work a day in your life.” Gila gw ngerasain banget. Gw bahkan bingung sendiri kalau tiap gajian, kok bisa ya gw dibayar untuk melakukan hal yang gw sangat sukai seperti masak-memasak?

Mungkin gw harusnya gak kaget lagi kalau pekerjaan sebagai chef adalah memang panggilan jiwa dan bakat alamiah gw. Dari kecil gw suka ngelihatin tukang ikan bersihin daleman ikan, gw suka diajak ke pasar dan bertanya tentang bahan makanan. Setiap Sabtu pagi gw suka nonton acara masak-memasak Rudy Chairudin ata Sisca Suwitomo, gw suka nonton bondan Winaryo bikin review makanan dan gw selalu mau datang ke acara demo masak ibu-ibu. Gw juga enggak pernah complain kalau harus mempersiapkan makanan untuk hajatan di rumah kakek. Gw suka nonton tukang nasi goreng masak, gw suka makan bakso bening aja supaya bisa icip kaldunya rasa daging atau rasa mecin. Semua hal itu terpampang nyata, sejelas bulan purnama bahwa gw emang ditakdirkan untuk memasak.

Sesugguhnya gw mau sekolah sebagai pastry chef ketika lulus SMP tapi orangtua gw bilang nilai akademik gw bagus dan gw harus masuk universitas. Ketika gw sekarang punya gelar master, dan kepikiran buat lanjut PhD sesungguhnya gw cuma berpikir apakah gw bisa tetap melanjutkan pekerjaan gw sebagai chef kalau gw jadi arkeolog/sejarawan nanti.

Banyak orang berpikir sekolah dan bekerja untuk bertahan hidup. Tapi gw sekolah karena gw suka belajar dan pekerjaan gw saat ini sangat amat menyenangkan. gw sangat suka lingkungan kerja gw, bos gw yang baik dan watu yang flexible. Gw juga berkawan baik dengan kolega gw di restoran. So far everything goes perfectly. Sekali lagi, uangnya gak seberapa, gaji gw mungkin setara atau lebi rendah daripada temen-temen di Jakarta yang kerja di NGO tapi gw punya tingkat stress yang rendah, kebahagiaan yang tinggi karena pekerjaan ini sangat cocok dengan kepribadian dan gaya hidup gw.

Uang memang bisa dicari tapi susah. Selain cari uang, mungkin yang paling penting juga menjadi bahagia. Mencintai pekerjaan dan kehidupan sekarang ini.

--

--

Nadyazura

Using Medium as Toilet basicly what I wrote here are shit(s)